(puisi ini spesial dibacakan oleh adinda Aprilia Astuti di saat acara pelepasan wisudaku di Panti Asuhan Nurul Yasmin pada akhir Februari 2006, Yogyakarta)
-Terima kasih, adinda...-
manusia berjalan menatap ke depan
bukan ke belakang
pijakkan satu langkah
dan melompat saat perlu
hanya saat perlu
pandang
tataplah lekat
tak ada takut terpancar
tak ada cemas terhampar
ada...
tegar!
saat terhenyak dalam gelap
sahabat datang mendekap
hingga terang...
menyelamatkan
hingga tenang...
mendamaikan
pun, sejenak tak lama
saatnya kembali berjalan
dan semuanya berpesan
berjalanlah menatap ke depan
bukan ke belakang...
tidak ke belakang...
S E L A - L U A N G
sahabat sepi pengisi hari
Jumat, Desember 30, 2016
Senin, Februari 14, 2011
Surat Untuk Ibrahim
Melbourne, 14 Februari 2011
Ibrahim tersayang,
Aku tulis surat ini untukmu, walau mungkin saat ini kau belum bisa membacanya. Tapi tak apa, suruh Ibumu membacakannya untukmu. Tahukah kau, Ibumu itu penggemar setia Ayahmu ini, dia mengidolakan setiap tulisan Ayah.
Tak terasa, besok, 15 Februari 2011, tepat dua bulan usiamu sekaligus bertepatan dengan minggu ke-tujuh aku meninggalkanmu bersama Ibumu. Apakabarmu, nak? Seberapa keras tangismu? Konon kata Ibumu kau punya tangisan yang kuat. Hebat, nak. Menangislah yang lantang, sekeras-keras yang kau mampu, agar nanti kau terbiasa untuk berkata TIDAK dengan lantang ketika melihat kesewenang-wenangan di hadapanmu. Jadilah lelaki pemberani.
Teringat olehku di hari kelahiranmu, betapa haru hati kami semua menyaksikanmu lahir dengan sehat dan selamat, walau ibumu harus berjuang di meja operasi itu. Semua perawat di lorong rumah sakit senang mendengar suara tangismu yang keras itu, semakin syahdu saat ku adzankan engkau di telinga kananmu, kau tiba-tiba terdiam seolah-olah mendengarkan dan menghayati kumandang adzan itu. Luar biasa kau, nak!
Sudah bisa apa saja kau sekarang, nak? Konon kata ibumu, hobimu sekarang adalah menendang-nendang, memukul-mukul, serta memiring-miringkan badanmu. Bagus, nak. Latihan terus ya. Anak laki harus jago menendang dan memukul, biar nanti kau bisa memukul musuhmu yang nakal, tapi selalu menyayangi dan mengasihi teman-temanmu.
Ibrahim, kau harus tahu bahwa aku masih berada di tempat yang jauh dan meninggalkanmu untuk beberapa lama, menjalankan apa yang dapat aku perjuangkan melawan musuh-musuh kita. Bukan sesuatu hal luar biasa, namun aku sedang berbuat sesuatu, dan kupikir kau akan senantiasa bangga pada ayahmu ini, sebagaimana aku padamu.
Duniamu nanti akan pasti jauh berbeda dengan dunia kami sekarang, pastinya hidup akan menjadi makin sulit apalagi di negaramu yang dikuasai oleh para maling berpangkat itu. Sementara ini, kau harus mempersiapkan dirimu, jadilah revolusioner sejati. Minum air susu ibumu itu sebanyak-banyaknya, karena di situlah gizi terbaik daripada susu-susu sapi di supermarket-supermarket yang harganya selangit itu.
Di usiamu kini tugasmu hanyalah bermain sebanyak-banyaknya, sesuka hatimu. Bahagiakan masa kecilmu. Nanti ada saatmu untuk belajar, sebanyak-banyaknya, dan senantiasalah siap mendukung keadilan dan kebenaran. Juga, patuhlah pada ibumu dan janganlah kau berpikir hendak mengetahui segalanya terlalu dini. Saatnya kan datang padamu. Nanti.
Baiklah, Pangeranku. Sekali lagi kuharap di usiamu yang ke dua bulan ini, kau berbahagia walau tanpa aku di sampingmu. Bermainlah yang riang dan menangislah sekeras-kerasnya. Cium sayang ayah untukmu, dan peluk erat untuk Ibumu itu. Aku tahu dia begitu rindu padaku, tapi dia adalah wanita kuat dan pemberani. Aku mencintaimu sampai akhir hayatku.
Hormatku untukmu sang revolusioner muda,
Ayahmu.
Melbourne, 14 Februari 2011
Ibrahim tersayang,
Aku tulis surat ini untukmu, walau mungkin saat ini kau belum bisa membacanya. Tapi tak apa, suruh Ibumu membacakannya untukmu. Tahukah kau, Ibumu itu penggemar setia Ayahmu ini, dia mengidolakan setiap tulisan Ayah.
Tak terasa, besok, 15 Februari 2011, tepat dua bulan usiamu sekaligus bertepatan dengan minggu ke-tujuh aku meninggalkanmu bersama Ibumu. Apakabarmu, nak? Seberapa keras tangismu? Konon kata Ibumu kau punya tangisan yang kuat. Hebat, nak. Menangislah yang lantang, sekeras-keras yang kau mampu, agar nanti kau terbiasa untuk berkata TIDAK dengan lantang ketika melihat kesewenang-wenangan di hadapanmu. Jadilah lelaki pemberani.
Teringat olehku di hari kelahiranmu, betapa haru hati kami semua menyaksikanmu lahir dengan sehat dan selamat, walau ibumu harus berjuang di meja operasi itu. Semua perawat di lorong rumah sakit senang mendengar suara tangismu yang keras itu, semakin syahdu saat ku adzankan engkau di telinga kananmu, kau tiba-tiba terdiam seolah-olah mendengarkan dan menghayati kumandang adzan itu. Luar biasa kau, nak!
Sudah bisa apa saja kau sekarang, nak? Konon kata ibumu, hobimu sekarang adalah menendang-nendang, memukul-mukul, serta memiring-miringkan badanmu. Bagus, nak. Latihan terus ya. Anak laki harus jago menendang dan memukul, biar nanti kau bisa memukul musuhmu yang nakal, tapi selalu menyayangi dan mengasihi teman-temanmu.
Ibrahim, kau harus tahu bahwa aku masih berada di tempat yang jauh dan meninggalkanmu untuk beberapa lama, menjalankan apa yang dapat aku perjuangkan melawan musuh-musuh kita. Bukan sesuatu hal luar biasa, namun aku sedang berbuat sesuatu, dan kupikir kau akan senantiasa bangga pada ayahmu ini, sebagaimana aku padamu.
Duniamu nanti akan pasti jauh berbeda dengan dunia kami sekarang, pastinya hidup akan menjadi makin sulit apalagi di negaramu yang dikuasai oleh para maling berpangkat itu. Sementara ini, kau harus mempersiapkan dirimu, jadilah revolusioner sejati. Minum air susu ibumu itu sebanyak-banyaknya, karena di situlah gizi terbaik daripada susu-susu sapi di supermarket-supermarket yang harganya selangit itu.
Di usiamu kini tugasmu hanyalah bermain sebanyak-banyaknya, sesuka hatimu. Bahagiakan masa kecilmu. Nanti ada saatmu untuk belajar, sebanyak-banyaknya, dan senantiasalah siap mendukung keadilan dan kebenaran. Juga, patuhlah pada ibumu dan janganlah kau berpikir hendak mengetahui segalanya terlalu dini. Saatnya kan datang padamu. Nanti.
Baiklah, Pangeranku. Sekali lagi kuharap di usiamu yang ke dua bulan ini, kau berbahagia walau tanpa aku di sampingmu. Bermainlah yang riang dan menangislah sekeras-kerasnya. Cium sayang ayah untukmu, dan peluk erat untuk Ibumu itu. Aku tahu dia begitu rindu padaku, tapi dia adalah wanita kuat dan pemberani. Aku mencintaimu sampai akhir hayatku.
Hormatku untukmu sang revolusioner muda,
Ayahmu.
Melbourne, 14 Februari 2011
Labels:
tulisan hari ini
Minggu, Desember 12, 2010
Balada negeri korupsi
Sebuah sajak anti-korupsi lainnya hadiah dari Bang Heri Latief dalam rangka memperingati Hari Anti-Korupsi Sedunia.
Terima kasih, bang.
Sepanjang nafas, sehabis tenaga, Korupsi akan tetap dilawan.
Sehat selalu di Negeri sana.
Salam,
Bang Jenggot.
=================================================
by Heri Latief on Saturday, December 11, 2010 at 7:35pm
: Abang Jenggot
negara democrazy bukan basa basi
koruptor dan jaringan mafia berkoalisi
kenikmaan setan di lingkaran peraturan
semua dijamin U U D alias ujung ujungnya duit
cobalah dulu demokratisasi pemikiran
egaliterisme dalam segala macam persoalan
baru setelah itu revolusi kebudayaan
siapa yang curang harus digepang*
siapa yang jujur maju ke depan
dari penjara jatah diatur ke rekening maling
di negeri bandit korupsi menjelma jadi hobby
bisakah kita merubah kebiasaan yang salah?
Amsterdam, 10/12/2010
* digepang = digep = dipegang = ditangkap
Terima kasih, bang.
Sepanjang nafas, sehabis tenaga, Korupsi akan tetap dilawan.
Sehat selalu di Negeri sana.
Salam,
Bang Jenggot.
=================================================
by Heri Latief on Saturday, December 11, 2010 at 7:35pm
: Abang Jenggot
negara democrazy bukan basa basi
koruptor dan jaringan mafia berkoalisi
kenikmaan setan di lingkaran peraturan
semua dijamin U U D alias ujung ujungnya duit
cobalah dulu demokratisasi pemikiran
egaliterisme dalam segala macam persoalan
baru setelah itu revolusi kebudayaan
siapa yang curang harus digepang*
siapa yang jujur maju ke depan
dari penjara jatah diatur ke rekening maling
di negeri bandit korupsi menjelma jadi hobby
bisakah kita merubah kebiasaan yang salah?
Amsterdam, 10/12/2010
* digepang = digep = dipegang = ditangkap
Kamis, November 18, 2010
Jalan Sagan No 9 Jogja
Ketika kebetulan lalu
aku mampir ke kamar kita yang dulu
Sekarang belum lagi disewa
Kamar kita berdua
Dengan bunga pada meja
tempat kita saling memandang
berhawa kasih sayang
memasuki kamar ini
tembok dan lantai kembali bicara
dan hidupku terasa lebih berharga
Kukenang kembali
bagaimana kau dulu kujamah rambutmu
sementara kau bertanya
berapa jumlah pacarku
Lalu di lantai yang sejuk
dan juga bersih karena kau sapu
kita akan bertiarap atau berbaringan
sambil menggambar dengan kapur
semua gambar yang lucu-lucu
atau rumah yang kita angankan
Pernah pula kau gambar dua orang berdampingan
Sambil kau tunjuk mereka:
“Ini kau. Ini aku”
Lalu saya gambar selusin orang di kanan kirinya
Kau merenggut dan bertanya:
“Siapa mereka?”
aku menjawabmu: “Anak-anak kita”
Ketika kau tertawa
tergerailah rambut-rambut halusmu
ke pipi dan ke dahimu
Waktu itu aku gemar memandang matamu
Dan melihat diriku terkaca di dalamnya
Kekasihku,
ada saat-saat kita tak berdaya bukan oleh duka
tetapi karna terharu semata
Mengharukan dan menyenangkan
bahwa sementara kita tempuh hari-hari yang keras
sesuatu yang indah masih berada
tertinggal pada kita
Sangat mendebarkan
menemukan satu bunga
yang dulu . . . telah lama
Kitalah penanamnya.
(WS Rendra)
Terima kasih untuk istriku tercinta yg telah mengirimkan puisi indah ini. Akan selalu kita kenang masa-masa susah ini kelak. Tetap ceria menjalani hidup ini. Kita berdua; Kau dan Aku.
aku mampir ke kamar kita yang dulu
Sekarang belum lagi disewa
Kamar kita berdua
Dengan bunga pada meja
tempat kita saling memandang
berhawa kasih sayang
memasuki kamar ini
tembok dan lantai kembali bicara
dan hidupku terasa lebih berharga
Kukenang kembali
bagaimana kau dulu kujamah rambutmu
sementara kau bertanya
berapa jumlah pacarku
Lalu di lantai yang sejuk
dan juga bersih karena kau sapu
kita akan bertiarap atau berbaringan
sambil menggambar dengan kapur
semua gambar yang lucu-lucu
atau rumah yang kita angankan
Pernah pula kau gambar dua orang berdampingan
Sambil kau tunjuk mereka:
“Ini kau. Ini aku”
Lalu saya gambar selusin orang di kanan kirinya
Kau merenggut dan bertanya:
“Siapa mereka?”
aku menjawabmu: “Anak-anak kita”
Ketika kau tertawa
tergerailah rambut-rambut halusmu
ke pipi dan ke dahimu
Waktu itu aku gemar memandang matamu
Dan melihat diriku terkaca di dalamnya
Kekasihku,
ada saat-saat kita tak berdaya bukan oleh duka
tetapi karna terharu semata
Mengharukan dan menyenangkan
bahwa sementara kita tempuh hari-hari yang keras
sesuatu yang indah masih berada
tertinggal pada kita
Sangat mendebarkan
menemukan satu bunga
yang dulu . . . telah lama
Kitalah penanamnya.
(WS Rendra)
Terima kasih untuk istriku tercinta yg telah mengirimkan puisi indah ini. Akan selalu kita kenang masa-masa susah ini kelak. Tetap ceria menjalani hidup ini. Kita berdua; Kau dan Aku.
Rabu, Mei 12, 2010
Renungan Senja
aku letih menghardik dalam kelam
menyumpah pada sampah
atau melempar tanya pada sang serakah
aku ingin diam sejenak
lari dari temaram senja
berkeluh kesah pada Sang Maha Bijak
berdua saja
hanya kami berdua
aku dan DIA
Bang Jenggot,
Batavia Darusysyaitan, 12 Mei 2010
menyumpah pada sampah
atau melempar tanya pada sang serakah
aku ingin diam sejenak
lari dari temaram senja
berkeluh kesah pada Sang Maha Bijak
berdua saja
hanya kami berdua
aku dan DIA
Bang Jenggot,
Batavia Darusysyaitan, 12 Mei 2010
Kamis, April 22, 2010
satu pesan (2)
dari kelam ke kelam lagi
dalam hari kita terkekang
penjara dunia tak berkesudah
jangan bermurung
jangan berandai
ini hidangan hidup mesti disantap
dilakoni dalam sabar
tak muluk
biasa saja
pelihara senyum dan tawa itu
jaga ia selalu
di dalam gubuk kecil kita
sepanjang waktu
Bang Jenggot
Batavia Darusysyaitan, 22 April 2010
dalam hari kita terkekang
penjara dunia tak berkesudah
jangan bermurung
jangan berandai
ini hidangan hidup mesti disantap
dilakoni dalam sabar
tak muluk
biasa saja
pelihara senyum dan tawa itu
jaga ia selalu
di dalam gubuk kecil kita
sepanjang waktu
Bang Jenggot
Batavia Darusysyaitan, 22 April 2010
Langganan:
Postingan (Atom)