Melbourne, 14 Februari 2011
Ibrahim tersayang,
Aku tulis surat ini untukmu, walau mungkin saat ini kau belum bisa membacanya. Tapi tak apa, suruh Ibumu membacakannya untukmu. Tahukah kau, Ibumu itu penggemar setia Ayahmu ini, dia mengidolakan setiap tulisan Ayah.
Tak terasa, besok, 15 Februari 2011, tepat dua bulan usiamu sekaligus bertepatan dengan minggu ke-tujuh aku meninggalkanmu bersama Ibumu. Apakabarmu, nak? Seberapa keras tangismu? Konon kata Ibumu kau punya tangisan yang kuat. Hebat, nak. Menangislah yang lantang, sekeras-keras yang kau mampu, agar nanti kau terbiasa untuk berkata TIDAK dengan lantang ketika melihat kesewenang-wenangan di hadapanmu. Jadilah lelaki pemberani.
Teringat olehku di hari kelahiranmu, betapa haru hati kami semua menyaksikanmu lahir dengan sehat dan selamat, walau ibumu harus berjuang di meja operasi itu. Semua perawat di lorong rumah sakit senang mendengar suara tangismu yang keras itu, semakin syahdu saat ku adzankan engkau di telinga kananmu, kau tiba-tiba terdiam seolah-olah mendengarkan dan menghayati kumandang adzan itu. Luar biasa kau, nak!
Sudah bisa apa saja kau sekarang, nak? Konon kata ibumu, hobimu sekarang adalah menendang-nendang, memukul-mukul, serta memiring-miringkan badanmu. Bagus, nak. Latihan terus ya. Anak laki harus jago menendang dan memukul, biar nanti kau bisa memukul musuhmu yang nakal, tapi selalu menyayangi dan mengasihi teman-temanmu.
Ibrahim, kau harus tahu bahwa aku masih berada di tempat yang jauh dan meninggalkanmu untuk beberapa lama, menjalankan apa yang dapat aku perjuangkan melawan musuh-musuh kita. Bukan sesuatu hal luar biasa, namun aku sedang berbuat sesuatu, dan kupikir kau akan senantiasa bangga pada ayahmu ini, sebagaimana aku padamu.
Duniamu nanti akan pasti jauh berbeda dengan dunia kami sekarang, pastinya hidup akan menjadi makin sulit apalagi di negaramu yang dikuasai oleh para maling berpangkat itu. Sementara ini, kau harus mempersiapkan dirimu, jadilah revolusioner sejati. Minum air susu ibumu itu sebanyak-banyaknya, karena di situlah gizi terbaik daripada susu-susu sapi di supermarket-supermarket yang harganya selangit itu.
Di usiamu kini tugasmu hanyalah bermain sebanyak-banyaknya, sesuka hatimu. Bahagiakan masa kecilmu. Nanti ada saatmu untuk belajar, sebanyak-banyaknya, dan senantiasalah siap mendukung keadilan dan kebenaran. Juga, patuhlah pada ibumu dan janganlah kau berpikir hendak mengetahui segalanya terlalu dini. Saatnya kan datang padamu. Nanti.
Baiklah, Pangeranku. Sekali lagi kuharap di usiamu yang ke dua bulan ini, kau berbahagia walau tanpa aku di sampingmu. Bermainlah yang riang dan menangislah sekeras-kerasnya. Cium sayang ayah untukmu, dan peluk erat untuk Ibumu itu. Aku tahu dia begitu rindu padaku, tapi dia adalah wanita kuat dan pemberani. Aku mencintaimu sampai akhir hayatku.
Hormatku untukmu sang revolusioner muda,
Ayahmu.
Melbourne, 14 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar