Rabu, November 07, 2007

Kembaliku (sebuah kontemplasi)

Suatu pagi, seusai shalat subuh dan saat bersiap untuk melanjutkan rutinitas harianku, ponselku berbunyi. Ternyata ada pesan singkat dari seorang sahabat lama. Sahabat sekaligus saudara yang cukup lama tak kuhubungi. Pesan singkat yang cukup singkat, yang bunyinya begini: “Aku hanya punya keluarga dan sahabat untuk kembali”.

Karena tergesa-gesa, akupun tak sempat untuk membalas apalagi merenungi isi pesan tersebut.

Adalah Aris Saputra atau Pak De Oshama (Pak De Osh), aku biasa memanggilnya. Sahabat seperjuangan di kota Gudeg, tempat bertanya tentang banyak hal soal hidup serta berdiskusi mengenai hal-hal yang mustahil bagi banyak orang. Dia adalah guru spritualku. Setiap hari bertemu, namun selalu hangat dan penuh tawa dalam buaian kasih persahabatan. Namun, hampir 2 tahun sudah berpisah, aku sudah mengembara dari kota ke kota, namun dia masih terus berjuang mengejar cita di Jogja.

Akhirnya siang hari seusai shalat dzuhur, di sela-sela jeda aktivitas harianku yang cukup melelahkan, aku kembali membaca dan merenungkan isi pesan tersebut. Sontak, batinku terguncang... Terngiang akan memori-memori indah yang pernah dilalui bersama. Aku terdiam dan merasa tertampar! Aku telah melupakan harta paling berharga dalam hidupku. Sahabat!

Lalu kuraih kembali ponselku dan langsung kuhubungi dia. Nada penuh haru dan tawa langsung menyambut di seberang sana. Kata sambutan: “Assalamu 'alaykum Abang Preman!”, dengan derai tawa renyah yang mengirinya, membuat rasa rinduku semakin tebal. Aku terharu... Dalam pembicaraan yang singkat itu, hanya tawa yang menghiasi. Aku senang... Dan tanpa berpikir panjang, akupun berjanji akan datang menemuinya ke Jogja akhir tahun ini. Semoga bisa kukabulkan. Aku berjanji, kawan... InsyaAllah.

Malam ini, menjelang tidur, saat memain-mainkan ponselku. Aku kembali membaca pesan tersebut. Lalu ku forward pesan itu ke adikku tersayang, dan beberapa orang sahabat dekat di Jakarta, Padang dan Singapura.

Dari 6 pesan yang kukirim. 3 orang yang membalas. Mungkin 3 yang lainnya sudah terlelap dalam hening malam.

Balasan yang pertama datang dari adikku, Putri. Isinya: “Manga bang?” atau “Ada apa bang?” dengan nada penasaran. Mungkin dia berpikir aku lagi ada masalah. Padahal tidak. Aku hanya ingin dia tahu, kalau aku merindukannya.

Balasan yang kedua datang dari sahabat di Singapura, Ridha. Sahabat semasa sekolah yang juga bekas teman dekat, sohibku, Jambul. Isi pesannya: “Au ado masalah samo cici? Atau keluarga? Atau hanya sekedar pepatah?”. Sama, ridha juga sepertinya penasaran dengan isi pesan itu. Padahal tidak juga. Aku tidak ada masalah dengan cici maupun keluarga dan pesan itu bukan hanya sekedar pepatah.

Balasan yang ketiga datang dari sahabat di Jakarta, Venti. Sahabat yang baru kukenal dalam beberapa bulan ini, yang juga teman sekantor. Isi pesannya berbeda: “Au belum bobo?”. Hmm... Memang, aku memang belum tidur saat itu.

Dari ketiga balasan tersebut, aku menyimpulkan terkadang memang susah untuk mengungkapkan rasa sayang dan empati kepada orang-orang terdekat. Mungkin mereka mengerti maksud dari pesan singkatku itu, namun yang mereka inginkan adalah kalimat lugas dan langsung tertuju pada mereka.

Tapi, aku bersyukur, secara tersirat bisa kusimpulkan, bahwa aku masih mempunyai orang-orang yang menyayangiku sebagai tempat kembaliku. Tempat aku kembali menjadi diriku yang sebenarnya. Terlepas dari segala topeng duniawi yang selalu kupakai di saat aku memulai hari-hariku. Topeng kekonyolan, topeng keangkuhan dan bahkan topeng-topeng kebohongan. Hanya kepada merekalah aku menumpahkan segala masalah dan tekanan akibat himpitan beban hidup yang semakin hari, semakin berat menimpaku...

Keluarga dan sahabat adalah harta paling bernilai dalam hidup ini.

Semoga kesibukanku dalam mengejar kekayaan dan rupiah tidak melenakanku untuk meninggalkan mereka. Karena ku yakin, mereka tak akan pernah meninggalkanku.

“Aku hanya punya keluarga dan sahabat untuk kembali”.
Selamat Melanjutkan HIDUP, Kawan!

Menjelang pagi di ruang sempit yang tak terurus

Tempat sampah, sekaligus tempat hidupku


Bang Jenggot

Batavia Darusysyaitan, 5 November 2007

2 komentar:

  1. ternyata au ado blog, ternyata au penulis di koran :D proud of you ;)

    BalasHapus
  2. Biaso ajo kok ndha. Au sedang belajar menulis kok. Hehe... Labiah bangga au punyo kawan taka ndha lai:)

    BalasHapus