Sebuah peringatan bagi bangsa ini:
"Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran yang bijaksana, tetapi bila turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai" (HR. At Thabrani).
"Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran yang bijaksana, tetapi bila turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai" (HR. At Thabrani).
Situasi negri ini kembali hangat dengan hiruk pikuk Pilpres putaran kedua yang akan "mempertarungkan" dua pasang anak bangsa yang telah mendapat "kepercayaan lebih" dari rakyat pada pilpres putaran pertama 5 Juli yang lalu (terlepas dari segala kecurangan yang masih menjadi perdebatan sampai saat ini). Megawati Soekarnoputri dengan pasangannya Hasyim Muzadi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan M. Jusuf Kalla (MJK), menjelma menjadi manusia paling top di negri ini. Segala tindak-tanduk dan gerak-gerik mereka tak lepas dari sorotan media. Begitupun dengan para pendukung yang tergabung dengan tim sukses masing-masing capres tak kalah sibuknya dengan manuver- menuver yang sengaja disiapkan untuk memenangkan jago mereka masing-masing.
Kondisi Saat ini
Krisis multidimensi yang dialami bangsa ini saat ini, tercermin dengan merosotnya kondisi ekonomi dan kesejahteraan sosial, pengangguran yang meningkat tajam, indeks kesenjangan sosial yang semakin lebar, harga-harga yang semakin sulit dijangkau, kualitas pelayanan kesehatan menurun dan semakin mahal, pendidikan yang kian eksklusif, lingkungan yang semakin tidak ramah ini, dan lain sebagainya.
Sementara itu, pembangunan yang merupakan tolok ukur keberhasilan dari suatu sistem pemerintahan, masih menjadi kendala besar. Ketidakadilan pembangunan yang masih ditemukan di berbagai daerah terutama di luar Jawa. Kesenjangan, keterbelakangan dan ketakberdayaan di berbagai daerah merupakan distorsi pembangunan yang sangat nyata terlihat bila dibandingkan antara Jakarta - daerah, Jawa - luar Jawa. Kehidupan ekonomi luar Jawa sungguh sangat tertinggal meskipun daerah tertentu seperti Sumatra, Kalimantan,
Papua, Sulawesi, Maluku, Bali, NTB memiliki cadangan kekayaan sumber daya alam (natural resources) yang cukup untuk dapat membangun dan mengembangkan kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya. Faktor ketertinggalan ini, diakibatkan oleh strategi kebijakan pembangunan warisan orde baru yang belum atau bahkan tidak memberikan pemihakan
yang sungguh-sungguh secara optimal pada daerah. Walaupun UU no. 22 dan no. 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah sudah diterapkan sejak dari 4 tahun yang lalu, ternyata belum mampu mengatasi masalah ini, justru menambah
masalah baru, yaitu terjadinya penyelewengan kekuasaan di daerah-daerah oleh para politisi-politisi lokal yang dengan gagahnya menjelma layaknya seorang "raja ".
Papua, Sulawesi, Maluku, Bali, NTB memiliki cadangan kekayaan sumber daya alam (natural resources) yang cukup untuk dapat membangun dan mengembangkan kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya. Faktor ketertinggalan ini, diakibatkan oleh strategi kebijakan pembangunan warisan orde baru yang belum atau bahkan tidak memberikan pemihakan
yang sungguh-sungguh secara optimal pada daerah. Walaupun UU no. 22 dan no. 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah sudah diterapkan sejak dari 4 tahun yang lalu, ternyata belum mampu mengatasi masalah ini, justru menambah
masalah baru, yaitu terjadinya penyelewengan kekuasaan di daerah-daerah oleh para politisi-politisi lokal yang dengan gagahnya menjelma layaknya seorang "raja ".
Fenomena-fenomena ini terakumulasi menjadi frustasi sosial dan mengahancurkan social capital. Penghancuran tersebut muncul dengan wajah meningkatnya kriminalitas, krisis moralitas dan penyimpangan-penyimpangan sosial lainnya yang mengancam kenyamanan
sosial. Ketidakpercayaan yang luar biasa tidak hanya terjadi pada pemerintahan, tetapi juga terjadi sesama masyarakat. Jika kerusakan- kerusakan sosial itu tumbuh secara linear, bom waktu yang maha dahsyat akan menjadi ancaman kehidupan berbangsa kita.
sosial. Ketidakpercayaan yang luar biasa tidak hanya terjadi pada pemerintahan, tetapi juga terjadi sesama masyarakat. Jika kerusakan- kerusakan sosial itu tumbuh secara linear, bom waktu yang maha dahsyat akan menjadi ancaman kehidupan berbangsa kita.
Menilik kondisi seperti itulah, masyarakat Indonesia saat ini yang cenderung apatis dan tidak mau tahu dengan segala kejadian dan tingkah laku para elite yang hanya memikirkan kepentingan kelompoknya, hal ini dikhawtirkan akan berdampak buruk bagi perkembangan bangsa ini di kemudian hari. Sikap antipati telah tumbuh dan tertanam di dalam jiwa sebagian besar rakyat negri ini, rasa tidak percaya yang terus tumbuh dan terakumulasi itu, seakan-akan tidak akan bisa terobati dengan ribuan kata-kata yang teruntai indah dan janji-janji manis yang senantiasa disuarakan para kandidat dan tim suksesnya masing-masing.
Jelang Pilpres
Beberapa hari menjelang hari-H pemilihan presiden, suhu politik Indonesia semakin memanas. Saat-saat yang sangat menentukan perjalanan bangsa ini 5 tahun ke depan semakin dekat. Baik kedua kandidat pasangan, para tim sukses dan seisi bangsa ini tak mau melewatkan momen penting ini. Walaupun dari berbagai survey menyatakan kegairahan masyarakat menjelang pilpres kedua ini kalah dahsyat dibanding pada saat pilpres pertama (akibat kekecewaan terhadap hasil pilpres pertama), tapi banyak momen-momen menarik untuk dicermati yang terjadi belakangan ini.
Beberapa hari menjelang hari-H pemilihan presiden, suhu politik Indonesia semakin memanas. Saat-saat yang sangat menentukan perjalanan bangsa ini 5 tahun ke depan semakin dekat. Baik kedua kandidat pasangan, para tim sukses dan seisi bangsa ini tak mau melewatkan momen penting ini. Walaupun dari berbagai survey menyatakan kegairahan masyarakat menjelang pilpres kedua ini kalah dahsyat dibanding pada saat pilpres pertama (akibat kekecewaan terhadap hasil pilpres pertama), tapi banyak momen-momen menarik untuk dicermati yang terjadi belakangan ini.
Adu strategi demi mendapat simpati rakyat bahkan terjadi secara frontal dan terang-terangan diperlihatkan oleh kedua kubu. Berbagai trik dilakukan masing-masing kandidat walaupun waktu pelaksanaan kempanye secara resmi yang ditetapkan KPU yang hanya 3 hari, dimulai tanggal 17 September nanti, pencitraan diri masing-masing kandidat semakin gencar dilaksanakan, mulai dari kunjungan-kunjungan ke pondok-pondok pesantren, kunjungan ke daerah-daerah terpencil, pemberian bantuan kepada masyarakat tidak mampu, pengungkitan dosa-dosa lawan politik di masa lalu, sampai ke lobby tingkat atas, pembentukan koalisi dengan parpol-parpol lain yang dikenal dengan Koalisi Kebangsaan dari kubu Mega-Hasyim, sampai Koalisi Kerakyatan versi kubu SBY-MJK, dan lain sebagainya. Semua disaksikan secara langsung oleh lebih dari 200 juta rakyat bangsa ini. Layaknya sebuah drama yang penuh dengan intrik, persekongkolan, kelicikan, derai tawa kepuasan para elite, sementara di sisi lain, jeritan tangis rakyat yang selalu terpinggirkan dan terlupakan. Ironis memang…
Sekarang, tiba saatnya bagi rakyat untuk menentukan pilihan, memilih 3 pilihan yang sulit. Pilih Mega-Hasyim yang ditengarai bukan saja akan melapangkan jalan oligarki demokrasi tetapi juga memblokir penegakan demokrasi substansial. Pilih SBY-MJK yang walau diakui lebih membuka ruang bagi dinamika laga demokrasi dan lembaga legislatif, tetapi dikhawatirkan bila terpilih, koalisi terbatas ini akan lebih sibuk mengawal kepentingan kelompok terbatas militer dan muslim perkotaan dan memarjinalkan berbagai kelompok minoritas, selain membuka peluang sebesar-besarnya untuk menghadirkan militer sebagai sebuah kekuatan hebat dan menakutkan di negri ini. Atau mengambil pilihan terakhir, sebagai bentuk "pembangkangan sipil" atas segala kekecewaan dan ketidakpercayaan, yaitu GOLPUT.
Senin, 20 September 2004, adalah hari yang paling dinantikan.
Ketika "rakyat" Indonesia harus memilih….
Ketika "rakyat" Indonesia harus memilih….
Di terbitkan di Harian Umum Padang Ekspres
Penulis,
Bang Jenggot
Bang Jenggot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar