Rabu, November 04, 2009

Puisi untuk Wakil Rakyat



Oleh Andrinof A Chaniago

Di masa pemilu dahulu
Kami lihat gerak bola matamu seperti radar angkatan perang
Yang dapat melacak suara jangkrik di waktu siang
Sehingga, kami sempat percaya bahwa Tuan-tuan tahu apa yang kami mau
Kami pun sempat percaya bahwa Tuan-tuan akan menjadi pelindung kami
dari orang-orang yang hanya ingin memperkaya diri sendiri
yang hanya ingin menjadikan kuasa dan harta sebagai senjata

Lewat retorikamu di saat kampanye dulu
Kami percaya Tuan-tuan akan akan bersiaga untuk kami sepanjang waktu
Menunggu keluh kesah rakyatmu
Menampung dan merundingkan aneka kehendak kami
diantara sesama para politisi

Tetapi setelah masa kampanye jauh berlalu
Kursi berputar menyambut sibukmu
Rumah rakyat yang sejuk mememelukmu
Birokrasi menjadi penyaring tamu-tamumu
Kita pun berjarak seperti tak pernah saling tahu

Jauh di luar ruang kerjamu
ada pagar kekar berteralis baja
Di sana kami berdiri berharap akan sapaanmu
dan bersiap dengan pertanyaan:
Mengapa diammu bukan lagi perenungan?
Mengapa tidurmu bukan lagi jeda pengabdian?
Mengapa retorikamu menjadi tanpa logika?

Di kejauhan pun kami mendengar
Suara tinggi mu menggelegar menggertak usulan rakyatmu sendiri yang tengah berharap tegaknya demokrasi sejati
lewat Pemilu dan Pilkada yang bisa menghasilkan pemimpin sejati
(Kami pun bertanya, “Mengapa tuan-tuan tidak berkenan ketika ada orang ingin menjadi pemimpin sejati negeri ini?”)
Dengan sigap tuan-tuan berujar,
“Calon perorangan merusak sistem!”
“Calon perorangan harus didukung 15% suara sah!”
Dan seterusnya.. dan seterusnya…

Kami menjadi teringat ketika berjalan menuju ruangan kantormu
Di sana kami melintasi para penjaga berseragam bak bala tentara Kaisar Romawi
Yang sigap menyuruh kami memarkir kendaraan jauh dari halaman parkirmu
Sehingga kami harus berlari menghindari sengatan terik matahari

Masih bisakah kami percayai janjimu
Ketika acungan telunjukmu bukan lagi tanda janji
Tetapi pengawal ucapanmu
bahwa wakil rakyat adalah pemilik kekuasaan legislasi

Kami pun mulai sadar
bahwa wakil rakyat di zaman kini mahi membeda-bedakan arti
antara penyalur aspirasi dan kekuasaan legislasi
antara kompetisi dan demokrasi

Di media massa kami membaca
Retorika-retorika barumu yang merobek makna
dan jawaban-jawabanmu menabrak logika
mencampuradukkan energi sekumpulan partai dengan energi seorang manusia
yang tidak ada contohnya di mancanegara

Kini kami merasa seperti orang-orang yang ditinggal pergi
oleh Tuan-tuan yang dulu mengaku ingin menjadi wakil-wakil kami
dan dulu pernah memberi janji
bahwa engkau akan menampung suara hati kami
Tetapi ternyata waktu itu kami hanya bermimpi

Retorika dan olah mimikmu tentu saja membuat banyak orang terpesona
melumpuhkan niat orang-orang muda yang akan berdemonstrasi
Bahkan membuat para lansia mengangguk-angkuk sambil tertawa
Yang memberi pertanda bahwa akal sehat tidak lagi berdaya

Karena logika menjadi tidak berguna
Sementara politik dilanda krisis etika
dan kebijakan-kebijakan tercerabut dari kedaulatan rakyat
maka hari ini kami menyapamu dengan puisi



Depok, 21 Agustus 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar