Selasa, Januari 12, 2010
Bung Hatta, Aku dan Sepatu Bally
Pada tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tentu tidak murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu Bally. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut.
Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan. Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.
Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta. Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta.
"Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri", kata Adi Sasono, Ketua Pelaksana Peringatan Satu Abad Bung Hatta. Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini, dengan dana bantuan presiden, dana Badan Urusan Logistik, dan lain-lain.
Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain. Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani karakter mulia proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing. (*)
*****
Terkait cerita diatas, lebih setahun yang lalu, Bapak membelikanku sebuah sepatu Bally. Peristiwa ini adalah kejadian langka dalam hidupku, karena selain sekedar menunaikan kewajibannya memberi "jatah" bulananku semenjak kecil hingga kuliah dulu, bisa dihitung dengan jari ada kejadian beliau membelikanku sebuah hadiah. Beliau tahu aku begitu mengagumi Bung Hatta sejak zaman sekolah dulu dan yakin aku pastinya akan sangat senang sekali menerima hadiah itu.
Sebenarnya beliaulah yang menginspirasiku untuk mencari tahu lebih banyak tentang sosok Bung Hatta karena Bapak juga seorang pengagum Bung Hatta semenjak mudanya.
Konon, menurut cerita Ibu, Bapak sengaja menabungkan sedikit uang gajinya setiap bulan karena ingin suatu saat membelikan sepatu itu untukku dan melihatku memakai sepatu itu. Jujur, aku sangat senang. Sepatu itu memang sangat bagus dan aku belum pernah memiliki sepatu semacam itu. Memang, untuk jaman sekarang sepatu Bally bukan barang mewah lagi, ada banyak sepatu yang lebih mahal dari itu.
Sampai sekarang sepatu itu masih rapi di dalam kotaknya dan tersimpan di lemari kamarku di kampung, belum pernah kupakai. ia masih begitu indah bagiku untuk memakainya. Mungkin suatu saat, pada hari spesial, aku kan memakainya. Sebagai bentuk hormatku untuk Bung Hatta, dan tentunya juga, demi menyenangkan hati dan penghargaan untuk Bapak.
untukmu Bung,
:"Aku malu padamu, Bung. Sampai akhir hayatmu, kau belum sempat memiliki sepatu itu. Aku ingin belajar soal yang satu itu, KESEDERHANAAN".
teruntuk Bapakku tercinta,
:"Terima kasih, Pak. Ini sebuah hadiah yang sangat berarti".
Bang Jenggot,
Batavia Darusysyaitan, 12 Januari 2010
(*) dari sebuah email yang dikirimkan seorang kawan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar