Jumat, Januari 01, 2010

Datanglah Saat Itu..



Hari ini, Bumi sungguh sama saja seperti kemarin, kemarin lusa, minggu lalu, bahkan tahun lalu. Bahkan setelah badai mengamuk senja, petir-petir menelanjangi angkasa, selepas vulkano-vulkano itu bersenggama, dia masih saja sama. Esok, katanya pula, mentari ku akan masih tetap disana, terbangun di ujung timur ranjangnya, merah karena terbakar hangatnya, tapi masih merajuk malu pada gemintang dan tuan rembulan ku. Esok, lanjutnya pula, bahkan tanpa kau tau, kami damaikan isi perut kami sendiri, dan kau tak perlu tau.

Saat ku datang menemuinya malam itu, dia sedang tidak dalam gaum malam terbaiknya, dia malu, ucapnya. Pelan ku geser daun pintu, hingga hanya raut wajah yang telah terhias yang dapat ku tatap. Aku menawan bukan, jujur sorot mata mu menyampaikannya, bahwa kau tertawan oleh ku, lanjutnya. Tapi tidak, tidak malam ini, sahutnya lagi dengan seukir senyum yang tak akan mampu ku kalahkan. Dan aku kalah.

Datang lah besok pagi, serunya, selepas malam ini, malam dimana aku harus menyatukan kembali satu per satu mimpi ku, malam dimana akan ku bangun lagi jaring-jaring untaian berlian ku, malam dimana akan ku pandang lagi kedamaian kelam, malam yang akan kembali menyusun isi hati ku.

Datang lah besok pagi, setelah bulir embun membasuh debu jalanan, setelah bulir embun membasuh lagi rupa kembang yang layu karena gersang, setelah bulir embun itu melepaskan warna pelangi diantara terik mentari, setelah bulir-bulir embun itu kembali jatuh di atas bulu halus rumput-rumput ilalang.

Datang lah saat itu, saat embun itu masih mampu mendamaikan tanah-tanah meranggas, saat embun itu masih bertahan di antara daun-daun yang bertiup, saat embun itu masih akan menyejukan tangan mu yang hangat oleh lelap. Karena aku diantara mereka, di antara kesejukkan pagi yang ringkih, namun kau damba. Jangan terlambat, bangun lah lebih awal untukku, dan temui aku. Temui aku disana, diantara tetesan embun pagi.

(APP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar