Jumat, Februari 19, 2010

Untuk Haidar

Aris Saputra ben Arman / Pak De Oshama / Haidar:

Malam ini aku teringat akan banyak hal tentang kau, ketika pertama kali kita bertemu sembilan tahun yang lalu di sebuah rumah sederhana di lereng kali itu - kali code. Ketika banyak hal telah kita lalui bersama di saat gelora masa muda membakar jiwa kita. Saat mimpi-mimpi tentang masa depan melecut kita melakukan banyak hal yang tak dilakukan anak muda lainnya.

Sesekali ketegangan-ketegangan itu menghampiri kita dan menguji nyali kita, dan kemungkinan nyata dari fakta itu berusaha memukul mundur segala cita kita. Banyak pergolakan batin, banyak rasa sedih saat sebuah tembok besar menghantam muka kita, namun akhirnya kita tahu pasti bahwa segala doa itu jauh lebih dahsyat menyerang balik mereka semua. Kita tetap bertahan, masih merokok dan menyeduh secangkir kopi hitam sembari berdiskusi sampai pagi. (namun sekarang, lambungku sudah tak sanggup lagi berkompromi dengan kafein).

Aku tahu, banyak sudah kawan dan pendahulu yang berjatuhan sepanjang jalan yang kita retas ini. Ketika tuntutan hidup dan pesona harta membelokkan kemudi keimanan. Kita memang harus tetap waspada, namun bagiku itu tetap bukan suatu persoalan besar yang harus ditakutkan selama kau dan aku masih saling menyapa, itu akan saling mengingatkan kita. Aku selalu yakin itu.

Saat ini segala sesuatunya tidak lagi terlalu dramatis, karena kita sedikit lebih matang. Tidak ada lagi prestasi-prestasi yang gagah berani, semua hanya sekedar rute perjalanan hidup yang mesti dilalui dengan sederhana dan biasa saja. Namun bagiku, dalam kesederhanaan itu kita telah menggapai kemegahan jiwa yang hanya bisa dinikmati sedikit manusia. Pikiran kita yang menciptakannya, dia telah mengatur ritme hati kita.

Malam ini aku teringat akan banyak hal tentang kau dan kehebatan diri yang kau ajarkan padaku. Sebuah kabar begitu membahagiakan datang di minggu ini, di saat diriku mencoba mengurai kusutnya masalah klasik republik ini di sebuah sudut negeri. Suara khasmu menyiratkan sebuah kemenangan telah kau raih hari itu. Kemenangan besar yang hampir dua belas tahun kau tunggu di kota itu. Akhirnya kau seberangi jembatan itu. Aku tahu, sebenarnya itu hal mudah bagimu, namun seperti biasa, kau selalu memilih jalan yang sulit untuk menempa dirimu. Aku tetap bangga padamu.

Kabar baik ini melengkapi kebahagian hatiku di awal tahun ini. Terima kasih, Tuhan. Setelah hujaman badai besar menerpa diriku berkali-kali di tahun lalu, di dua bulan tahun yang baru ini kau kirimkan hujan berkah untukku. Alhamdulillah, aku bersyukur.

Ingin rasanya aku datang ke sana, menyapamu dengan sapaan khasku, menyuduhkan secangkir kopi hitam dan menyulutkan sebatang tembakau untukmu. Namun badan terikat pada kewajiban yang telah kutetapkan sebagai ranah pengabdianku. Sudilah kiranya kau maafkan aku atas kondisi ini.

Seperti yang telah ku kabarkan padamu, bulan depan adalah hari paling bersejarah dalam hidupku. Kuharap kau ada di situ, saksikan kami memadu janji sehidup semati. Karena tak dapat kupungkiri, segala pesan dan nasihatmu jua lah yang memudahkanku untuk mengambil pilihan terbaik ini.

Malam ini, diantara godaan genit bantal seksi yang tak letih merayu penat badan ini, telah kutuliskan semua isi hati akan ingatanku padamu dan kuputuskan untuk mengabarkannya kepada dunia.

Jabat dan peluk eratku untukmu, kamerad!


Bang Jenggot,
Batavia Darusysyaitan, 19 Februari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar