november bulan yang syahdu
mentari nyengir malu-malu
sesekali petir nyambar tanpa ragu
pohon dan baliho tumbang satu-satu
itulah djakarta di akhir tahun
masih seperti yang dulu-dulu
tapi minggu pagi ini beda, dik
cuaca di luar cerah sekali
burung bersautan dengan riang
mulailah berkemas, kita berkelah
: jangan lupa, dandan yang cantik
tapi sebelum kau mandi
buatkan dulu abang kopi
keraskan juga volume radio itu
sembari menunggu habis puntung ini
ingin kudengar warta pagi ini
: “ada topan di selatan asia
ada yang berontak di malaya
ada yang maling di bank central
ada yang tidur di istana
ada yang mabok di senayan
ada-ada saja...”
itulah dunia di akhir zaman
masih seperti yang dulu-dulu
oh, kau sudah cantik, dik
sungguh cantik...
memang aku tak salah pilih
jangan lupa kunci pintu dan jendela itu
maling di negeri ini tak tahu malu
radio butut dan baju bekaspun bisa diambil
lumayan, buat makan setengah hari
tapi tunggu dulu, dik
abang lihat dompet dulu
alhamdulillah...
masih ada enam puluh tiga ribu rupiah
: ongkos metromini, sebungkus kwaci, 2 botol minuman mineral dan biaya tak terduga lainnya
semoga saja cukup, dik
mengapa kau tersenyum, dik?
kau selalu begitu dari dulu
: “malang nian dirimu, dik
kau yang cantik
lulusan terbaik universitas terkenal
almarhum ayahmu guru besar dan kaya raya
kini, hidup susah bersama diriku...”
mari sini, pegang tangan abang
gang di sini masih saja sempit dan becek
nanti kau jatuh dan baju kurungmu kotor
di ujung sana markas besar preman
nanti kau diganggu
satu setengah kilo sudah kita berjalan
di depan sana sudah jalan besar
tapi aku lupa, dik
kita mau kemana?
: “ke monas saja, bang”, jawabmu enteng
hmm...
itulah dirimu, dik
masih seperti yang dulu-dulu
Bang Jenggot
Batavia Darusysyaitan, 18 November 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar